Judul : Menumpas Bergola Ijo
Penulis :
Djair Warni
Alih versi ke novel : Syahlendra Maulana
Penerbit : Sarana Karya
Tahun Terbit : Cetakan Pertama 1991
Perjalanan Parmin sampai
di perkampungan Gunung Sembung. Menjelang masuk ke perkampungan, Parmin
menemukan sesosok mayat. Mata mayat itu melotot, nampak raut wajahnya seperti
orang yang ketakutan. Di tangannya tergenggam sebilah golok. Menurut perkiraan
Parmin, orang itu memiliki kemampuan silat.
Parmin makin bingung
ketika masuk ke perkampungan. Tidak ada satu pun orang yang nampak. Demikian
pula di masjid yang disinggahinya. Perkampungan Gunung Sembung benar-benar
seperti perkampungan yang mati.
Ada
makhluk berwarna hijau. Gerakan cepat dan membunuh orang dengan sadis. Makhluk ini
menjadi misteri dan ditakuti. Bahkan akhirnya disembah-sembah, ada yang
mengantarkan sesajen.
Belakangan diketahui
makhluk berwarna hijau itu adalah manusia. Hanya saja tubuhnya besar dan
memiliki kesaktian ilmu silat yang mumpuni. Akhir cerita dapat ditebak makhluk
hijau itu dapat dikalahkan oleh Parmin. Di perkampungan Gunung Sembung ini,
Parmin mendapat gelar/nama Jaka Sembung.
Sebagaimana kisah Si Gila
Dari Muara Bondet, di dalam Menumpas Bergola Ijo, tidak ada kisah Jaka Sembung
menyerang tentara colonial penjajah Belanda. Yang ada adalah kisah Jaka Sembung
berkelahi melawan orang Indonesia. Tentunya orang Indonesia yang berkhianat dan
memanfaatkan colonial Belanda. Atau orang Indonesia yang dimanfaatkan orang
Belanda.
Kalo menilik ucapan Djair,
sang penulis, dia hanya mengangkat kisah nyata, kondisi di zaman penjajahan
untuk mendukung tokoh rekaan/fiksinya ini; Jaka Sembung, berarti secara sadar
atau tidak, kita diadu domba oleh pihak penjajah.
Seperti itulah kondisi
kita kalo diadu domba, berkelahi, tawuran dengan ‘orang sendiri’, sementara
musuh yang sebenarnya duduk tenang memperhatikan kita yang saling menyerang.
Djair cukup jeli
menggambarkan kondisi orang-orang yang berkhianat pada bangsa Indonesia. Mereka
adalah orang-orang yang pintar, mengetahui potensi masyarakat yang berbahaya
bagi penjajah. Mereka tahu kekuatan yang mengendalikan masyarakat hingga
menjadi berani, terus memerangi penjajah hingga tetes darah penghabisan. Oleh
karenanya para pengkhianat ini mengatur scenario agar masyarakat tidak lagi
percaya pada kekuatan para ulama. Masyarakat digiring agar percaya pada takhayul
dan ujung-ujungnya menjadi orang-orang musyrik.
Komik yang sudah diubah
jadi novel ini bagus untuk generasi muda, orang-orang yang tidak mengalami
langsung penjajahan. Agar mereka tahu bagaimana kondisi pada saat itu dan dapat
diambil pelajaran darinya.
sumber image: dunia
kang-ouw - blogger
Tidak ada komentar:
Posting Komentar