Selasa, 10 Oktober 2017

Menumpas Bergola Ijo



Judul                         : Menumpas Bergola Ijo
Penulis                       : Djair Warni
Alih versi ke novel       : Syahlendra Maulana
Penerbit                     : Sarana Karya
Tahun Terbit               : Cetakan Pertama 1991


Perjalanan Parmin sampai di perkampungan Gunung Sembung. Menjelang masuk ke perkampungan, Parmin menemukan sesosok mayat. Mata mayat itu melotot, nampak raut wajahnya seperti orang yang ketakutan. Di tangannya tergenggam sebilah golok. Menurut perkiraan Parmin, orang itu memiliki kemampuan silat.

Parmin makin bingung ketika masuk ke perkampungan. Tidak ada satu pun orang yang nampak. Demikian pula di masjid yang disinggahinya. Perkampungan Gunung Sembung benar-benar seperti perkampungan yang mati.

Ada makhluk berwarna hijau. Gerakan cepat dan membunuh orang dengan sadis. Makhluk ini menjadi misteri dan ditakuti. Bahkan akhirnya disembah-sembah, ada yang mengantarkan sesajen.

Belakangan diketahui makhluk berwarna hijau itu adalah manusia. Hanya saja tubuhnya besar dan memiliki kesaktian ilmu silat yang mumpuni. Akhir cerita dapat ditebak makhluk hijau itu dapat dikalahkan oleh Parmin. Di perkampungan Gunung Sembung ini, Parmin mendapat gelar/nama Jaka Sembung.

Sebagaimana kisah Si Gila Dari Muara Bondet, di dalam Menumpas Bergola Ijo, tidak ada kisah Jaka Sembung menyerang tentara colonial penjajah Belanda. Yang ada adalah kisah Jaka Sembung berkelahi melawan orang Indonesia. Tentunya orang Indonesia yang berkhianat dan memanfaatkan colonial Belanda. Atau orang Indonesia yang dimanfaatkan orang Belanda.

Kalo menilik ucapan Djair, sang penulis, dia hanya mengangkat kisah nyata, kondisi di zaman penjajahan untuk mendukung tokoh rekaan/fiksinya ini; Jaka Sembung, berarti secara sadar atau tidak, kita diadu domba oleh pihak penjajah.

Seperti itulah kondisi kita kalo diadu domba, berkelahi, tawuran dengan ‘orang sendiri’, sementara musuh yang sebenarnya duduk tenang memperhatikan kita yang saling menyerang.

Djair cukup jeli menggambarkan kondisi orang-orang yang berkhianat pada bangsa Indonesia. Mereka adalah orang-orang yang pintar, mengetahui potensi masyarakat yang berbahaya bagi penjajah. Mereka tahu kekuatan yang mengendalikan masyarakat hingga menjadi berani, terus memerangi penjajah hingga tetes darah penghabisan. Oleh karenanya para pengkhianat ini mengatur scenario agar masyarakat tidak lagi percaya pada kekuatan para ulama. Masyarakat digiring agar percaya pada takhayul dan ujung-ujungnya menjadi orang-orang musyrik.

Komik yang sudah diubah jadi novel ini bagus untuk generasi muda, orang-orang yang tidak mengalami langsung penjajahan. Agar mereka tahu bagaimana kondisi pada saat itu dan dapat diambil pelajaran darinya.

 sumber image: dunia kang-ouw - blogger



Tidak ada komentar:

Posting Komentar