Judul resensi : MODERN TAPI TETAP SYAR'I
Judul buku : BEBERAPA PROBLEM KONTEMPORER DALAM
PANDANGAN ISLAM
Penulis : Abdul Qadim Zallum
Penerbit : Penerbit Al-Izzah
Ketebalan : 80 Halaman
Di era melenium ini, kaum muslimin membutuhkan sebuah
tuntunan dari ajaran yang telah diyakininya. Terutama untuk masalah-masalah
baru atau kontemporer. Kaum muslimin hidup di zaman serba canggih dan mereka
tidak menghindar dari kondisi ini. Namun mereka juga dituntut untuk selalu
merujuk, bertanya kepada ajarannya.
Bagaimana sih hukum cloning dalam pandangan Islam.
Bagaimana pula ketentuan Islam terkait denan transplantasi organ tubuh, bayi
tabung dan seterusnya.
Buku yang berjudul Beberapa Problem Kontemporer dalam
Pandangan Islam, sepertinya dapat sedikit memberi jawaban.
Ketika membahas masalah Kloning, penulisnya Abdul Qadim
Zallum menjelaskan terlebih dahulu tentang bagaimana fakta Kloning. Setelah itu
baru dijelaskan hukum Islam mengenai hal itu.
Kloning manusia adalah tehnik membuat keturunan dengan
kode genetic yang sama dengan induknya yang berupa manusia. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara mengambil sel tubuh (sel somatic) dari tubuh manusia,
kemudian diambil inti selnya (nukleusnya) dan selanjutnya ditanamkan pada sel
telur (ovum) wanita –yang telah dihilangkan inti selnya- dengan suatu metode
yang mirip dengan proses pembuahan atau inseminasi buatan. (hal. 11)
Lalu dengan bantuan cairan kimiawi khusus dan kejutan
arus listrik, inti sel digabungkan dengan sel telur. Setelah proses
penggabungan ini terjadi, sel telur yang telah bercampur dengan inti sel
tersebut ditransfer ke dalam rahim seorang perempuan, agar dapat memperbanyak
diri, berkembang dan berdiferesnsiasi dan berubah menjadi janin sempurna. (hal.
11)
Pembuahan dalam cloning manusia terjadi pada sel-sel
tubuh manusia (sel somatic) dan bukan sel-sel kelamin.
Pada pembuahan alami, sel sperma laki-laki mengandung
23 kromosom bertemu dengan sel telur perempuan yang juga mengandung 23
kromosom. Pada saat terjadi pembuahan antara sel sperma dan sel telur, jumlah
kromosom akan menjadi 46 buah, yakni setengahnya berasal dari laki-laki dan
setengahnya dari perempuan. Jadi anak yang dilahirkan akan mempunyai ciri-ciri
dan sifat2 yang berasal dari ayah dan ibunya. (hal. 12)
Adapun dalam proses cloning manusia, sel yang diambil
dari tubuh seseorang telah mengandung 46 buah kromosom, atau telah mengandung
seluruh sifat yang akan diwariskan. Dengan demikian anak yang dihasilkan dari
proses cloning ini akan mempunyai ciri-ciri hanya dari orang yang menjadi
sumber pengambilan inti sel tubuh. (hal. 12)
Proses pembuahan alami hanya terjadi dengan adanya
laki-laki dan perempuan. (hal. 13)
Sedang proses cloning manusia dapat berlangsung dengan
adanya laki-laki atau TANPA ADANYA LAKI-LAKI yang menjadi sumber pengambilan
sel tubuh. (hal. 13)
Menurut penulis (Abdul Qadim Zallum), hukum cloning
manusia itu haram.
Dalil pertama; Anak-anak produk proses cloning
dihasilkan melalui cara yang tidak alami. Padahal cara alami itulah yang telah
ditetapkan oleh Allah untuk manusia, sebagai sunnatullah untuk menghasilkan
anak. Allah berfirman, “Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan
berpasang-pasangan laki2 dan perempuan, dari air mani apabila dipancarkan.” (QS
An-Najm: 45-46) (hal. 20)
Sedangkan proses cloning bukan berasal dari air mani
yang dipancarkan.
Dalil kedua; anak-anak produk cloning dari perempuan
saja (tanpa adanya laki-laki), tidak akan mempunyai ayah. Dan anak produk
cloning tersebut jika dihasilkan dari proses pemindahan sel telur -yang telah
digabungkan dengan inti sel tubuh- ke dalam rahim perempuan yang bukan pemilik
sel telur, anak itu tidak juga mempunyai ibu. Sebab rahim perempuan yang
menjadi tempat pemindahan sel telur tersebut hanya menjadi penampung, tidak
lebih. Hal ini bertentangan dengan firman Allah,
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian DARI
SEORANG LAKI-LAKI DAN SEORANG PEREMPUAN.” (QS Al-Hujuraat:13) (hal. 21)
Dalam ayat lain, “Panggillah mereka (anak-anak angkat
itu) dengan memakai bapak-bapak mereka.” (QS Al-Ahzab: 5) (hal. 22)
Dalil ketiga; Kloning manusia akan menghilangkan nasab
(garis keturunan). Padahal Islam telah mewajibkan pemeliharaan nasab.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra yang mengatakan bahwa Rasulullah saw telah
bersabda, “Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya,
atau (seseorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuanya, maka dia akan
mendapat laknat dari Allah, para malaikat dan seluruh manusia.” (HR Ibnu Majah)
(hal. 22)
Dalil keempat; Memproduksi anak melalui proses cloning
akan mencegah pelaksanaan banyak hokum-hukum Islam. Seperti hokum tentang
perkawinan, nasab, nafkah, hak dan kewajiaban antara bapak dan anak, waris,
perawatan anak, hubungan kemahraman, hubungan ashabah dan lain-lain. (hal. 24)
Selain cloning, buku ini juga membahas tentang
Transplantasi Organ tubuh, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan
serta Definisi Hidup dan Mati.
Menurut saya buku ini layak untuk dibaca. Kaum muslimin
secara tidak langsung diajarkan bagaimana cara memahami fakta dan
menimbang-nimbang atau menilai fakta yang ada menurut syari’at Islam.
Pembahasan buku ini –walaupun tipis- lumayan rinci.
Untuk pembahasan Transplantasi, dibedakan antara penyumbang organ tubuh dari
orang yang masih hidup dan dari orang yang telah tiada.
Abortus dirinci ke dalam pembahasan menurut usia
kandungan.
Untuk masalah cloning; juga dibahas mengenai cloning
embrio dan cloning tumbuhan serta hewan.
Buku ini mudah untuk dipahami, tidak terlalu tebal dan
dipisahkan menurut bab masing-masing.
Karena tipisnya buku ini, nampaknya kaum muslimin perlu
melengkapi bacaannya dengan buku sejenis seperti Fatwa-fatwa Kontemporer, karya
Dr. Yusuf Al-Qaradhawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar